Di Balik Suara Gebukan Drum Marching Band Gita Nada
- PR IPM SMAM 25 PAMULANG
- 21 Nov 2022
- 4 menit membaca

Foto bersama Marching Band setelah mengiringi Jalan Sehat di Panorama Serpong (21/08/2022)
Dari sekian banyak ekskul di SMA Muhammadiyah 25, ada satu yang lebih menarik, yakni Marching Band atau akrab disapa Gita Nada. Ekskul ini telah melakukan aksi panggungnya saat Perayaan Tujuh Belasan di SMP Muhammadiyah 22 Pamulang (17/08/2022), Jalan Sehat di Panorama Serpong (21/08/2022), Kirab Bendera sepanjang 1700 meter yang dihadiri oleh Presiden Republik Indonesia, Jokowi (28/08/2022), dan yang terakhir adalah Gebyar Muktamar Muhammadiyah di Monas (4/09/2022). Selama menjalankan kegiatan ini terdapat cerita tersendiri yang dimiliki masing-masing anggota maupun pembina.
Kisah Dari Pembina
Salah satu pembina Marching Band Gita Nada ini adalah Julian Pranata. Kepada tim Giornalismo 25, beliau menjelaskan bahwa dipilihnya menjadi pembina Marching Band, yang selanjutnya akan disebut MB, karena ekskul tersebut termasuk kedalam ekskul seni dan ia berkata, “Lebih kurangnya saya paham soal Marching Band karena masih satu lingkup musik jadi saya dipercaya sama sekolah untuk mendampingi ekskul musik tersebut.”
Keseruan dari MB, menurut guru Seni Budaya itu, adalah bagian-bagiannya yang banyak dan kesenangannya pada harmoni musik. Ia juga menilai marching band itu sama seperti paduan suara. “Jadi perkusi masuk, ada bells, ada terompet, ada pianica dan lain-lain tuh gabung satu harmoninya keluar, saya senang,” ujarnya.
Selain ada keseruan, tentu ada kesulitan tersendiri dalam memanajemen MB. Salah satunya adalah mencari anggota. Selain itu menurutnya ada faktor minat yang ikut mempengaruhi. “Faktor minat kurang ini bisa jadi karena belum mengenal banget tentang Marching Band,” ia kembali berkisah, “Emang harus lelah untuk mengedukasinya. Tapi karena kita emang awal-awal ya gini capeknya nyari anggota, terus bikin basic, pondasinya itu emang sulit karena kita emang mulai dari nol. Jadi kalo saya simpulkan, bukan sulit di proses latihannya, tapi sulit mencari anggotanya.”
Istana Negara
Dengan bergurau, beliau mengatakan kalau latihan Marching Band untuk istana negara adalah project “buat 1000 candi dalam satu malam”. Beliau bercerita, “kita narik-narikin orang yang gak punya basic sama sekali, bahkan orang yang mungkin didalam hidupnya tidak pernah ikut Marching Band. Jadi saya berharapnya ada anak-anak yang punya minat dan memang pengen menekuni disini yang pada akhirnya kita punya satu tim marching band yang solid.”
Diakhir wawancara, beliau mengatakan kalau Marching Band ini potensial. Tinggal konsisten saja, ucapnya. Soal peluang besar di Tangerang Selatan, ia menyebut bahwa Marching Band Gita Nada punya peluang yang cukup bagus apalagi di sekitaran Tangerang Selatan bahkan Tangerang dimana di tingkat SMA jarang ada yang memiliki barang bagus bahkan yang punya terompet seperti Gita Nada.
Lebih lanjut, teruntuk Gita Nada, ada pesan dan kesan yang ditinggalkan oleh Pak Julian.
“Saya sih berharapnya ada anak yang mau loyal mau mengembangkan dirinya dan mau ikut bareng-bareng gitu, membangun Marching Band yang dari nol ini karena saya yakin kalau misalnya ada satu grup atau angkatan dari ekskul Marching Band ini, kalau sudah terbentuk, kita gausah pusing-pusing lagi untuk cari anggota, pasti kaderisasi itu akan terus berjalan.”
Cerita Lain Dari Anggota
Soal tim Marching Band yang solid, tentu tak lepas dari para anggotanya. Salah satunya bernama Abubakar Rhafly Eka Putera. Siswa yang akrab disapa Abu itu memiliki alasan tersendiri untuk bergabung dengan ekskul tersebut. Ia berucap, “Menerukan bapak gua main, karena dulu bapak gua megang mayoret, ama om gua megang bas (drum).”
Bicara soal kesulitan dalam berlatih, siswa kelas XII IPA 2 itu memiliki masalah soal tempo latihan. “Kalo tempo (latihan) kadang kecepetan kadang lambat sama latihan yang gerak jalan yang belum teratur. Masih acak-acakan (latihan jalannya).”
Mewakili tim Giornalismo 25, saya sempat bertanya juga soal pengalaman yang berkesan selama Marching Band. Pemain cymbal ini berkata, “(Pengalaman paling berkesan) pas ke Istana. Pertama kali gua tampil kan itu diliat orang-orang. Biasanya kalo tampil diliatin orang itu gugup. Sekarang mungkin karena rame-rame berkurang lah (rasa malunya).”
Soal berpapasan dengan Jokowi, ia bilang, “Oh itu sih gue gak liat.” Saya ingat, ketika itu saya dan Abu berada di barisan sebelah kiri, dan Jokowi ada di sebelah kanan. Tawa kami meledak setelah kami rupanya tidak menyadari ada Presiden disana.
Lain dengan Abu, Bagas Ghanesa Lintang Asmoro punya ceritanya sendiri. Jika alasan Abu adalah meneruskan bapaknya, maka Bagas adalah, “Suka kegiatan diluar lapangan. Pertama, juga gue suka kegiatan yang gunain fisik. Jadi gue ikut Marching Band. Kegiatan luar ruangannya dapet, fisiknya dapet, juga pengetahuan musik dapet. Makanya gue seneng begitu ditawarin masuk MB.”
Bagi Bagas, yang menarik dalam kegiatan itu adalah kekompakan mereka dalam bermain. Ia membayangkan sebuah band yang manggung dengan instrumen yang berbeda-beda. Tapi lain dengan Marching Band. “Ini alat musik yang sama (kumpulan drum—red), banyak, dan itu bersatu. Itu keren buat gua. Udah gitu mereka main gak cuma diem di tempat mereka main sambil jalan, sambil parade, melakukan atraksi dan segala macem itu keren, gue ingin masuk ke dunia itu.”
Pengalaman yang paling berkesan, buat pemain snare ini, “Bisa ditonton banyak orang, bisa buat banyak orang kagum dengan gue yang bermain drum. Itu membuat gue seperti pusat perhatian, membuat senang ditonton banyak orang.” Kedisiplinan, cepat belajar, dan cepat tanggap adalah sesuatu yang ia pelajari selama berlatih. “Itu yang membuat (latihan) lebih asik.” Kami berdua setuju kalau hal itu yang membuat latihan MB lebih menantang.
Ia meninggalkan sedikit pesan untuk pelatih, “Jangan terlalu buru-buru kalo kita belajar. Kita juga masih baru.” Kesan yang ia tinggalkan adalah “Pastinya selalu bahagia disitu, dengan semua pengalaman baru itu, gak mungkin lo gak merasa bahagia,” tutupnya.
Reporter: M. Nabeel Fayyaz
Penulis: M. Nabeel Fayyaz
Comments